Rabu, 31 Januari 2018

Wajah Mahasiswa Hukum Indonesia

wajahmahasiswahukum
wajah mahasiswa hukum
Perkenalkan, nama saya Wahyu Fadhli, seorang mahasiswa hukum di salah satu Universitas di Jember yang sedang mengalami kebingungan. Dan kebingungan itu saya mulai dari diri saya sendiri sebagai anak muda.

Jumat, 05 Januari 2018

Aku Malu Disebut Pecinta Alam

Pecinta alam merupakan sebuah sebutan bagi mereka (manusia) yang mencintai alam. Tidak melulu melakukan penjelajahan di alam bebas, melainkan juga merawat dan menjaga kelestarian alam tersebut.
Biasanya orang-orang yang mengatasnamakan sebagai pecinta alam tergabung kedalam sebuah kelompok atau organisasi. Bisa melalui organisasi Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) yang dibawah naungan sebuah universitas. Yang kedua Siswa Pecinta Alam (SISPALA) yang juga berada pada sebuah unit pendidikan, biasanya sispala ino terdapat pada lingkup SMA. Kemudian juga ada yang dinamakan Organisasi Pecinta Alam (OPA) atau biasa disebut dengan gerakan pecinta alam freelance. OPA biasanya cenderung bergerak secara mandiri atau swadaya, tanpa adanya naungan dari sebuah lembaga.
Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, Indonesia memiliki permasalahan pada lingkup kelestarian lingkungan. Hal ini ditunjukkan dengan aksi-aksi yang muncul dikarenakan penolakan terhadap eksploitasi alam yang dirasa berlebihan. Eksploitasi alam yang terjadi kebanyakan dilatar belakangi oleh ambisi untuk menguasai sektor industri. Katakan saja untuk kasus yang paling lama adalah tambang emas freeport. Kemudian muncul kasus-kasus serupa yang terjadi di beberapa kawasan di Pulau Jawa. Diantaranya adalah tambang batuan karst yang ada di daerah Rembang Jawa Tengah. Karst yang ada disana diduga telah diperkosa dengan dalih untuk pembuatan semen supaya lebih meratanya pembangunan yang ada di Indonesia. Kemudian juga ada sebuah tambang emas yang terdapat di daerah Tumpang Pitu Banyuwangi, dan notabene tambang emas tersebut berada disebelah kawasan Taman Nasional Meru Betiri. Disana sudah terjadi beberapa dampak negatif yang muncul di lingkungan sekitar tambang karena buruknya pembuangan limbah tambang tersebut. Banyak sawah-sawah didaerah tersebut yang sudah tidak bisa ditanam tumbuhan apapun.
Melihat beberapa kasus tersebut, kita sebagai pecinta alam harusnya bisa membuat tindakan yang setidaknya bisa menghilangkan sebuah dampak negatif pada lingkungan. Namun nyatanya dari banyaknya kelompok pecinta alam di Indonesia, hanya segelintir saja yang bisa dan bergerak dalam permasalahan lingkungan tersebut. Harusnya semakin banyak komunitas-komunitas pecinta alam ini bisa untuk menghadang laju eksploitasi yang terjadi di bumi pertiwi. Karena merekalah yang harusnya lebih faham dengan permasalahan-permasalahan lingkungan yang terjadi dan solusi yang harus dilakukan seperti apa.
Yang terjadi terkhir ini bukannya para komunitas tersebut yang bergerak, melainkan para masyarakat sekitar daerah yang mengalami eksploitasi tersebut yang melakukan aksi penolakan dan hanya dibantu segelintir pihak yang mengaku sebagai pecinta alam. Sangat aneh memang, apakah sebenarnya yang terjadi di dalam tubuh organisasi pecinta alam? Apakah mereka terlalu fokus dengan pengembangan dalam diri organisasi masing-masing? Atau pemahaman saat ini yang menginterprestasikan bahwa pecinta alam hanya naik gunung semata. Agaknya itulah sebuah perihal yang terjadi dalam tubuh kepencinta alaman Indonesia saat ini. Dan sangat ironis sekali, dengan banyaknya pendaki-pendaki generasi milenial yang muncul, bahkan juga banyaknya organisasi pecinta alam yang ada, kondisi alam negeri ini semakin hancur. Sampai kapankah perihal seperti ini akan menemukan solusinya. Semoga hal seperti tidak berlarut-larut sebelum para manusia menyadari bahwa manusia tidak bisa makan uang.